Akhir Zaman: Orang Asing Yang Beruntung Oleh: Mohammad Fauzil
Akan ada zaman ketika melaksanakan tuntunan menjadi
tontonan. Akan ada masa tatkala menunaikan keta’atan kepada Allah ‘Azza
wa Jalla dianggap sebagai keanehan. Akan ada saat manakala
bersungguh-sungguh dalam memenuhi kewajiban agama dipandang sebagai
perilaku berlebihan dan bahkan melampaui batas. Akan datang suatu masa
saat berpegang teguh kepada dienul Islam ini dianggap ketidakwarasan.
Mereka asing di mata manusia, dan manusia pun mengasingkannya. Tetapi
mereka adalah sebaik-baik manusia….
Teringatlah kita kepada sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam:
“بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ”
“Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing
sebagaimana munculnya. Karena itu, beruntunglah orang-orang yang
‘asing’.” (HR Muslim).
Jika telah tiba masanya, yang bersungguh-sungguh melaksanakan agama
ini dianggap aneh. Amalan mereka tampak asing. Mereka melaksanakan amal
shalih dan ‘ibadah berdasarkan tuntunan shahih dari Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam,
tapi manusia mengingkari. Orang-orang yang dianggap asing dan
terasingkan itu sesungguhnya justru orang yang shalih di tengah-tengah
kerusakan yang menimpa ummat. Tapi sebagian besar manusia mengingkari.
Hanya sedikit sekali manusia yang mendengar kata-katanya dan mengikuti
apa yang dinasehatkannya.
Inilah masa ketika petunjuk yang terang dari nash (Al-Qur’an &
Sunnah) diabaikan. Nash diambil bukan untuk dalil, tapi untuk
pembenaran. Inilah masa ketika orang banyak yang beramal berdasarkan
perkataan-perkataan orang yang pandai bicara, meski nyata bertentangan
dengan nash. Inilah masa ketika berpegang teguh pada sunnah justru
dianggap meninggalkan sunnah. Mereka dicerca dan tersisih. Kebenaran
bagai bara api.
Mari sejenak kita renungi nasehat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam:
“يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالقَابِضِ عَلَى الجَمْرِ”
“Akan datang kepada manusia masa (ketika) orang yang bersabar menjalankan agamanya di antara mereka seperti memegang bara api.” (HR. Tirmidzi).
Agama ini terasing dari ummat Islam, di antaranya bersebab semakin
sedikitnya orang yang memberi nasehat dan peringatan. Inilah masa ketika
majelis agama tak lagi memberi ilmu, nasehat dan peringatan. Bahkan
keluh lidah para penceramah dari memperingatkan.
Inilah masa ketika orang-orang yang dijadikan anutan tak lagi memiliki muru’ah (kehormatan, wibawa). ‘Izzah (harga diri, kehormatan) dakwah runtuh. Keduanya ditukar dengan tana’um (bermewah-mewah sebagai gaya hidup). Inilah masa ketika wahn (cinta dunia takut mati) dan waham merasuk kuat, seakan muru’ah
hanya tegak dengan kemewahan dan penampilan. Inilah masa ketika majelis
agama berubah menjadi hiburan dan senda gurau; memberi kesenangan tanpa
menumbuhkan ketaqwaan.
Manusia berlomba memegah-megahkan masjid melebihi peruntukannya.
Banyak yang ramai oleh manusia, tapi kosong dari hidayah. Yang
seharusnya memberi nasehat dan peringatan tak memiliki ‘izzah agama dalam dirinya, sehingga sibuk menampakkan diri menarik. Ia mengikuti mustami’in (audiens) dan tak berani menyampaikan perkara-perkara yang menyelisihi selera mustami’in.
Hanya ada penuturan, tanpa peringatan. Banyak menahan nasehat bersebab
senantiasa anggap ummat tidak siap, tapi tak pernah mempersiapkan
mereka.
Adakah ini terjadi? Semoga belum. Ataukah ini masa yang disebutkan
oleh Ibnu Mas’ud? Masa ketika orang bertekun mendalami agama untuk
dunia. Mereka bersemangat mendalami agama bukan untuk kepentingan agama,
tetapi untuk meraup dunia. Tak selalu berupa kekayaan, tetapi
ketekunannya mendalami agama bukan untuk menegakkan agama ini.
Renungkanlah perkataan mulia ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sebagai diriwayatkan oleh Al-Hakim:
Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa beliau menyebutkan sejumlah fitnah yang akan terjadi di akhir zaman. Kemudian ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu berkata kepadanya, “Kapankah itu terjadi, wahai ‘Ali?”
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menjawab:
إِذَا تُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّيْنِ، وَتُعُلِّمَ لِغَيْرِ الْعَمَلِ، وَالْتُمِسَتِ الدُّنْيَا بِغَيْرِ الآخِرَةِ.
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menjawab:
إِذَا تُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّيْنِ، وَتُعُلِّمَ لِغَيْرِ الْعَمَلِ، وَالْتُمِسَتِ الدُّنْيَا بِغَيْرِ الآخِرَةِ.
“Fitnah-fitnah tersebut terjadi jika fiqih dikaji sungguh-sungguh
bukan karena agama, ilmu agama dipelajari bukan untuk diamalkan, serta
kehidupan dunia dicari bukan untuk kepentingan akhirat.” (Riwayat Al-Hakim).
Perhatikanlah sejenak penjelasan menantu kesayangan Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam ini. Betapa berbedanya. Di masa shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in,
mereka mencari kehidupan dunia untuk akhirat. Sementara di zaman
fitnah, kehidupan dunia dicari bukan kepentingan akhirat. Bahkan
sebagaimana diperingatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
pada masa fitnah agama tersebut, manusia justru mengejar dunia dengan
amal akhirat. Maka, kelak kita akan saksikan orang bersungguh-sungguh
melaksanakan shalat Dhuha maupun sedekah karena ingin mengejar dunia.
Seakan Allah Ta’ala tak akan melimpahkan harta kepada kita jika meminta
sebelum melakukan keduanya.
Hari ini, ada di antara sebagian manusia yang tak putus mengerjakan shalat Dhuha, tapi shalat fardhunya diletakkan di belakang.
Maafkan saya. Yang bertutur ini masih jauh dari agama. Semoga ada
yang dapat kita renungi. Semoga kita belajar memuliakan agama ini.
0 comments
Post a Comment
Mulailah berkomentar, untuk kemajuan blog idsmk bersama.
- Berkomentarlah dengan sopan dan bijak sesuai isi konten
- Dilarang meyisipkan link aktif, Link aktif otomatis akan terhapus dan kami anggap sebagai spam
Terimakasih