Sunday, November 23, 2014

Kurikulum Berbasis Budaya

Kurikulum Berbasis Budaya

A.   DEFINISI BUDAYA

Bangsa Indonesia, yang dikategorikan sebagai bangsa yang tergolong besar di Dunia ini, tinggal dan hidup dalam suatu wawasan Nusantara yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil;, dengan ragam adat Istiadat, cara hidup, nilai, bahasa dan kehidupan spiritual yang berbeda-beda, namun berada dalam satu kesatuan Budaya.

Sebagai suatu bangsa, Indonesia memiliki peradabannya sendiri. Peradaban yang bersumber dari kemajuan dan perkembangan Kebudayaan dan difusi Kebudayaan dalam berbagai tahapan zaman. Peradaban yang ada saat ini, sesungguhnya dimulai dari kebudayaan primitif di zaman lampau dan melalui berbagai input kebudayaan yang sampai ke Indonesia, telah menambah kekayaan kultural yang ada.

Budaya adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa.

B.   HAKIKAT BUDAYA DALAM PENDIDIKAN

Pada hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.

C.   BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

Istilah karakter merujuk pada ciri khas, perilaku khas seseorang atau kelompok, kekuatan moral, atau reputasi. Dengan demikian, karakter adalah evaluasi terhadap kualitas moral individu atau berbagai atribut termasuk keberadaan kurangnya kebajikan seperti integritas, keberanian, ketabahan, kejujuran dan kesetiaan, perilaku atau kebiasaan yang baik. Ketika seseorang me miliki karakter moral, hal inilah yang membedakan kualitas individu yang satu dibandingkan dari yang lain (Wood, 2009).

Karakter juga dipahami sebagai seperangkat ciri perilaku yang melekat pada diri seseorang yang menggambarkan tentang keberadaan dirinya kepada orang lain. Penggambaran itu tercermin dalam prilaku ketika melaksanakan berbagai aktivitas apakah secara efektif melaksanakan dengan jujur atau sebaliknya, apakah dapat mematuhi hukum yang berlaku atau tidak (Kurtus, 2009). Walaupun prilaku sering dihubungkan dengan kebribadian, tetapi kedua kata ini mengandung makna yang berbeda. Kepribadian pada dasarnya merupakan sifat bawaan, sedangkan karakter terdiri atas prilaku-prilaku yang diperoleh dari hasil belajar. Merujuk pada pendapat Wood dan kurtus bahwa konsep pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang bertujuan menciptakan peserta didik yang berkarakter, artinya menciptakan generasi yang cerdas., berbudi pekerti luhur, agamis dan selalu menjunjung tinggi nilai – nilai budaya bangsa dalam kehidupan sehari –hari. Konsep tersebut menjadi tantangan bagi para pendidik untuk dapat diimplementasikan dalam setiap materi pelajaran sehingga menjadi konsep dan tanggung jawab bersama yang bersifat integral sesuai dengan amanat dari Undang – undang No 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.



A. Pengertian Kurikulum Budaya dan Karakter Bangsa
Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3 UU Sisdiknas). Sedangkan budaya adalah nilai, moral, norma dan keyakinan (belief), fikiran yang dianut oleh suatu masyarakat/bangsa dan mendasari perilaku seseorang sebagai dirinya, anggota masyarakat, dan warganegara. Budaya mengatur perilaku seseorang mengenai sesuatu yang dianggap benar, baik, dan indah. Selanjutnya, karakter adalah watak yang  terbentuk dari nilai, moral, dan norma yang mendasari cara pandang, berfikir, sikap, dan cara bertindak seseorang serta yang membedakan dirinya dari orang lainnya. Karakter bangsa terwujud dari karakter seseorang yang menjadi anggota masyarakat bangsa tersebut.

Kurikulum budaya dan karakter bangsa adalah kurikulum yang  mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri peserta didik sehingga menjadi dasar bagi mereka dalam berpikir, bersikap, bertindak dalam mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dimiliki peserta didik tersebut menjadikan mereka sebagai warganegara Indonesia yang memiliki kekhasan dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain.
Apa yang dimaksud kurikulum berbasis budaya? Kurikulum berbasis budaya merupakan sebuah kurikulum yang berorientasi pada penyiapan lulusan berbudaya. Berbudaya berarti setiap individu mampu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai kemanusiaan yang berkembang dimasyarakat. Nilai – nilai kemanusiaan yang berlaku dan diakaui masyarakat dijadikan acuan untuk menentukan materi, proses dan system evaluasinya.

Dilihat dari ciri-cirinya, pertama Kurikulum berbasis Budaya           berorientasi pada pembentukan manusia berwatak, beradab dan bermartabat, Kedua, materi pembelajarannya dikembangkan dari berbagai sumber, Ketiga, menekankan pada pembudayaan segenap potensi peserta didik, Keempat, sistem penilaiannya menekankan dimensi proses dan hasil.
Jadi, Kurikulum berbasis budaya dapat dipahami sebagai suatu bentuk inovasi kurikulum yang ingin mengedepankan pengembangan segenap potensi peserta didik atas dasar watak, peradaban, dan martabat. Kurikulum perlu dikaitkan dengan tatanan nilai – nilai kemanusiaan yang berlaku dimasyarakat. Banyaknya materi pelajaran bukan lagi merupakn prioritas utama pengembangannya, namun, yang lebih penting adalah “Bagaimana mengembangkan dimensi- dimensi kurikulum yang mampu membuka pengekangan – pengekangan yang menghalangi perkembangan potensi peserta didik“ (Tilaar, 1999).
Berdasarkan uraian diatas,sesungguhnya kurikulum berbasis budaya dipandang relevan diterapkan dalam sisdiknas kita. Ditinjau dari sisi filosofi, kurikulum berbasis budaya sesuai dengan hakekat proses pendidikan yang pemanusiaan peserta didik. Proses pendidikan merupakan proses pembudayaan peserta didik. Dari sisi sosiologi,kurikulum berbasis budaya, sesungguhnya merupakan desain kurikulum yang menyiapkan warga masyarakat yang menghargai nilai – nilai budaya yang berkembang dimasyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan diharapkan tidak terasing dengan lingkungannya. Sedangkan ditinjau dari sisi psikologis, kurikulum berbasis budaya mengutamakan perkembangan potensi peserta didik yang manusiawi.

Pendekatan Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan
Penggunaan pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang berkembang dikalangan warga sekolah.

Tahap – tahap dalam pengembangan kurikulum berbasis budaya
                
a.      Perencanaan
Kegiatan pokok yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah merancang dan memgembangkan silabus yang merupakan panduan penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Prinsip – prinsip yang dipakai untuk mengembangkan silabus tak bisa dilepaskan dari prinsip– prinsip pengembangan kurikulum pada umumnya. Hal ini dikarenakan silabus merupakan salah satu produk kurikulum. Selanjutnya apabila disepakati bahwa silabus merupakan salah satu produk kurikulum sebagai pedoman tertulis, tentu membawa konsekuensi terhadap aspek – aspek yang dikembangkan, artinya aspek – aspek yang ada dalam silabus haruslah merupakan aspek – aspek yang terdapat dalam kurikulum. Beberapa aspek pokok yang perlu ada dalam silabus sebagaimana aspek yang tercangkup dalam kurikulum berbasis budaya adalah rumusan kompetensi, hasil belajar, indikator keberhasilan, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, evaluasi, alokasi waktu dan sumber bahan.
Nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa dikembangkan dalam setiap pokok bahasan dalam mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus. Pengembangan nilai-nilai tersebut dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
1.      mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum di atas sudah tercakup didalamnya
2.       menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK/KD dengan nilai dan indikator
3.       mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel tersebut ke dalam silabus mengembangkan RPP berdasarkan silabus yang sudah disusun.
b.      Implementasi
Beauchamp (1975 : 164 ) mengartikan implementasi kurikulum sebagai “ a process of futting the curriculum to work”. Fullan ( Miller dan Seller, 1985 :246 ) mengartikan implementasi kurikulum sebagai “ The futting into practice of an idea, prgram or set of activities which is new to the individual or organization using it “. Berdasarkan atas dua pendapat tersebut, sesungguhnya implementasi kurikulum merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mewujudkan atau melaksanakan kurikulum (dalam arti rencana tertulis) kedalam bentuk nyata dikelas, yaitu terjadinya proses transmisi dan transformasi segenap pengalaman belajar kepada pesrta didik.

Ø  Dua pola penerapan kurikulum berbasis budaya

v  Pertama, mengembangkan desain kurikulum ( silabus atau rancangan pelaksanaan pembelajaran ) dengan berwawasan budaya. Artinya aspek – aspek kurikulum yang terkait dalam desain kurikulum dikembangkan dengan mengacu pada wawasan budaya bangsa, misalnya : pengembangan materi pembelajaran dikaitkan dengan nilai – nilai luhur yang berlaku dimasyarakat. Konsekuensinya, implementasinya tentu menggunakan model – model pembelajarn berbasis budaya.

v  Kedua, menggunakan desain kurikulum berbasis budaya dalam implementasi kurikulum yang sedang berjalan. Disini yang perlu ditekankan adalah penggunaan model – model pembelajaran bebasis budaya dalam kegiatan pembelajaran sehari – hari. Model – model pembelajaran berbasis bdaya yang bisa digunakan adalah model pembelajaran pemecahan masalah, model pembelajaran inkuiri, model pembelajaran kontektual dan model yang lainnya.

c.       Evaluasi
Evaluasi kurikulum berbasis budaya, sebagaimana yang berlaku pada desain kurikulum lainnya bertujuan untuk mengetahui tentang kelayakan kurikulum berbasis budaya, baik dalam bentuk rancangan, maupun hasil. Hasil evaluasi digunakan untuk menetapkan nilai dan arti terhadap kurikulum berbasis budaya yang sedang berjalan. Sasaran kegiatan evaluasi kurikulum berbasis budaya, sesuai dengan tujuannya, meliputi : evaluasi terhhadap rancangan, implementasi, dan hasil belajar. Pendekatan evaluasi yang digunakan bisa dalam bentuk pendekatan kuantitatif dan atau kualitatif.

Evaluasi terhadap rancangan kurikulum ingin melihat kualitas substansi dan format rancangan. Evaluasi terhadap substansi rancangan kurikulum menitik beratkan pada aspek – aspek esensial rancangan kurikulum dan keterkaitannya diantara aspek  aspek evaluasi tersebut. Evaluasi terhadap implementasi kurikulum berbasis budaya bertujuan untuk mengetahui kualitas proses implementasi kurikulum ( kegiatan pembelajaran ) di sekolah (kelas dan luar kelas). Fokus evaluasi diarahkan pada langkah – langkah pembelajarna dan dinamika interaksi pendidik dengan peserta didik.

Penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter didasarkan pada indikator. Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat/diamati/ dipelajari/dirasakan”  maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.

Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Model yang dinamakan anecdotal record (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau hal yang menuntut peserta didik mengemukakan posisi dirinya atau kesesuaian/ketidaksesuaian sikap dirinya terhadap persoalan tersebut.   Sebagai contoh, peserta didik dimintakan sikapnya terhadap upaya menolong pemalas, memberikan bantuan terhadap orang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.

0 comments

Post a Comment

Mulailah berkomentar, untuk kemajuan blog idsmk bersama.

- Berkomentarlah dengan sopan dan bijak sesuai isi konten
- Dilarang meyisipkan link aktif, Link aktif otomatis akan terhapus dan kami anggap sebagai spam

Terimakasih